salam dari barat

Pada saat yang bersamaan dengan pendakian di Gunung Semeru, tim IMPA Akasia juga melakukan pendakian di Gunung Kerinci. Gunung tersebut merupakan gunung tertinggi di Pulau Sumatera dan juga merupakan gunung berapi ( vulkanik ) tertinggi di Indonesia dengan ketinggian 3.805 mdpl yang terletak di Provinsi Jambi yang berdekatan dengan Provinsi Sumatera Barat. Gunung tersebut masuk dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat ( TNKS ) yaitu Pegunungan Bukit  Barisan yang dimana masih terdapat habitatnya Harimau Sumatera dan juga Badak Sumatera. Sedangkan flora didominasi oleh beberapa jenis mahoni, terdapat juga tumbuhan raksasa Bunga Rafflesia Arnoldi dan Suweg Raksasa. Pohon cemara juga tumbuh di Gunung Kerinci. Dengan Taman Nasional Leuser, taman ini terhalang oleh Danau Toba dan Ngarai Sihanok. Gunung Kerinci dapat ditempuh melalui darat dari Jambi menuju Sungai penuh melalui Bangko. Dapat juga ditempuh dari Padang, Lubuk Linggau, dan Bengkulu. Dengan pesawat terbang dapat mendarat di Padang atau Jambi. Pendakian ke puncak Gunung Kerinci memakan waktu sekitar dua hari mulai dari Pos Kersik Tuo. Desa Kersik Tuo, Kecamatan Kayu Aro berada pada ketinggian 1.400 mdpl dengan penduduk yang terdiri dari para pekerja perkebunan keturunan Jawa, sehingga bahasa setempat adalah bahasa Jawa. TIm yang berangkat dari Jember berjumlah 4 orang yaitu Pranandika Arya Hudatara ( Taring ), Angga Salvana ( Predator ), Mohammad Dimas Auliadi ( Jati )  dan Fitria Kurniasari ( Sein ).

Pada tanggal 24 September 2018, tim berangkat dari Kersik Tuo menuju ke pos penjagaan TNKS menggunakan mobil jeep sewaan dengan biaya 30 ribu Rupiah per orang. Setelah melakukan registrasi di pos penjagaan, tim berangkat menuju Pintu Rimba yang merupakan pintu masuk menuju Gunung Kerinci. Setelah melewati pintu rimba, suasana langsung berubah. Dalam perjalanan menuju Pos Bangku Panjang, intensitas sinar matahari kurang sehingga membuat jalur pendakian becek dan berlumur. Perjalanan menuju ke Pos Bangku Panjang memakan waktu sekitar 30 menit. Pemandangan menuju Pos Bangku Panjang lumayan bisa dinikmati. Ketika sampai di Pos Bangku Panjang, tim beristirahat sebentar dengan makan makanan ringan. Setelah cukup beristirahat, tim melanjutkan ke Pos Batu Lumut. Pos  Bangku Panjang menuju Pos Batu Lumut memakan waktu sekitar 30 menit jam dengan medan yang masih tergolong landail. Tim istirahat di Pos Batu Lumut untuk melakukan navigasi dan pengamatan area. Setelah itu tim melanjutkan perjalanan menuju ke Pos Shelter 1. Perjalanan menuju Pos Shelter 1 lumayan berat karena medan semakin menanjak dan jaraknya jauh. Jarak tempuh menuju ke Pos Shelter 1 sekitar 1,5 jam. Sesampai di Pos Shelter 1, tim bertemu dengan pendaki lain. Setelah bertegur sapa dengan pendaki lain, tim kembali melanjutkan perjalanan menuju ke Pos Shelter 2. Perjalanan menuju ke Pos Shelter 2 merupakan perjalanan terpanjang dalam rute Gunung Rinjani. Perjalanan menuju ke pos tersebut ditempuh dengan waktu sekitar 4 jam dengan tanjakan yang luar biasa. Setelah sampai di Pos Shelter 2, tim mendirikan tenda untuk persiapan summit. Di Pos Shelter 2 terdapat sumber mata air yang dapat dikonsumsi. Setelah melewati jalur dari Pintu Rimba menuju Pos Shelter 2 yang ditempuh dengan waktu sekitar 8 jam lebih, tim beristirahat dan pendakian dilanjutkan keesokan harinya.

25 September 2018, tim bangun pukul 3 dini hari untuk persiapan puncak. Tepat pukul 03.00 Wib, tim berangkat menuju ke Pos Shelter 3.  Rute menuju ke Pos Shelter 3 lumayan berat. Medan yang begitu terjal memaksa tim menggunakan otot tangan untuk membantu menaikinya. Ditambah kondisi malam yang gelap dan suhu pada saat itu menyentuh suhu 9 derajat yang membuat perjalanan semakin sulit. Setelah 1 jam berjalan, tim akhirnya sampai di Pos Shelter 3. Di Pos Shelter 3, tim beristirahat sejenak yang kemudian dilanjutkan menuju ke Pos Tugu Yudha. Medan menuju Pos Tugu Yudha kurang lebih sama dengan medan dari Pos Shelter 2 ke Shelter 3. Jarak tempuh menuju ke Pos Tugu Yudha sekitar 1 jam. Waktu menunjukkan jam 04.30 Wib di Pos Tugu Yudha, tim akhirnya memutuskan untuk menuju Puncak Indrapura, puncak tertinggi di Gunung Kerinci. Perjalanan menuju Puncak Indrapura tim tempuh selama 1,5 jam. Tepat pukul 06.00 Wib, tim berhasil mendaki gunung kedua dalam ekspedisi Akasiadipara, Gunung Kerinci. Perasaan haru dan bangga tim rasakan saat berada di puncak tersebut. Pengibaran bendera IMPA Akasia di puncak tertinggi Pulau Sumatera telah sukses dilakukan.

cerita dari barat

Kebun Teh Kayu Aro berawal dari pembangunan yang dilakukan oleh Belanda pada tahun 1927, dimana lahan tersebut adalah hutan yang diubah menjadi sebuah perkebunan teh. Kebun teh tersebut saat ini diklaim menjadi perkebunan teh terluas di dunia dengan luas 2.624,68 Ha yang terbagi menjadi 8 wilayah. Meskipun lahan tersebut sangat luas, tetapi tidak ada sedikitpun lahan tersebut masuk dalam wilayah Taman Nasional Kerinci Seblat. Kebun Teh Kayu Aro sebelumnya dinaungi oleh PTPN VIII namun saat ini dikelola oleh PTPN VI. Awal dimulainya perkebunan teh ini yaitu banyak pekerja dari Jawa yang didatangkan oleh Belanda untuk pembukaan lahan tersebut dengan secara paksa. Hal ini pula juga yang menyebabkan banyaknya keturunan orang Jawa ( Khususnya Jawa Tengah dan Jawa Timur) yang hingga kini menetap di Kerinci (Desa Kersik Tuo)

Kayu Aro adalah sebuah Kecamatan yang ada di Kabupaten Kerinci, Jambi. Asal mula nama Kayu Aro tersebut diambil dari sebuah nama pohon Kayu Aro, yang dimana kayu tersebut adalah kayu terbesar yang ada di Kabupaten Kerinci. Tetapi untuk saat ini hanya ada satu pohon yang tersisa dan masih hidup yang terletak di Desa Kersik Tuo. Penamaan desa tersebut berasal dari kata bahasa jawa Kersik yang berarti pasir dan Tuo yang berarti tua, kemudian menjadi “pasir tua” yang mana di Desa Kersik Tuo banyak terdapat pasir tetapi tidak bisa digunakan untuk bahan bangunan. Luas desa Kersik Tuo sendiri yaitu sekitar 50 hektar yang dihuni oleh 703 Kepala Keluarga. Desa Kersik Tuo terpecah menjadi empat bagian yaitu Desa Mekar Jaya, Desa Koto Periang, Desa Batangsangir, dan Desa Kersik Tuo sendiri. Perpecahan desa tersebut dikarenakan ada pendanaan yang memadai dari Pemerintah untuk pembangunan. Mayoritas di Desa tersebut 95 % adalah orang Jawa dan 5 % adalah orang asli Kerinci. Pekerjaan di desa-desa tersebut mayoritas sebagai petani dan pemetik teh.

Peninggalan leluhur hampir mirip pada kebiasaan yang ada di Jawa seperti peringatan Malam Satu Suro. Dalam memperingati malam satu suro, masyarakat di sana melakukan kegiatan Pagelaran Wayang Kulit dan Genduri ( Syukuran Makan Bersama). Tidak hanya itu, pada tanggal 6 dan 7 Oktober 2018, masyarakat kersik tuo akan mengadakan suatu kegiatan Festival Kopi Seribu Kerinci dalam memperingati Hari Kopi Internasional dengan beberapa kegiatan seperti Pembuatan Tumpeng, Gunung sayur hasil Bumi Kayu Aro, dan Gerobak sapi Tradisional yang bertujuan untuk mengingatkan masyarakat kepada Tuhan Yang Maha Esa atas pemberian yang sudah di beri di tanah yang subur di Kecamatan Kayu Aro. Kegiatan ini dilakukan hanya desa Kersik Tuo saja. Bukan hanya kegiatan itu saja, masyrakat disana juga sering mengadakan kegiatan yang rutin dilakukan seperti Ketoprak, Sedekah Bumi dan Bersih-bersih Desa Kersik Tuo.

Kegiatan yang asli dari suku Kerinci itu Upacara adat Kenduri Seko, yaitu pesta terbesar yang dilakukan dengan salah satu kegiatan pemotongan kepala kerbau di sekitar Gunung Kerinci yang bertujuan sebagai pencerminan keberhasilan daerah dalam pembangunan sekaligus menjadi media pertemuan antara pemuka adat, masyarakat di dalam maupun di luar pemukiman tersebut. Ada Kepercayaan dalam masyarakat bahwa di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat, yakni mahkluk dengan ciri-ciri pemalu, berjalan tegak, tidak berekor, dan penuh misteri yang sering disebut sebagai “Orang Pendek” yang biasanya makan buncis dan kelihatan di sekitar kebun milik warga. setelah itu sampai sekarang banyak yang mencari atau menelilti tentang orang pendek tersebut tetapi tidak pernah ada yang melihat bentuk dan keberadaan orang tersebut. Kemudian ada juga yang dinamakan “Sigung” sebagai penguasa hutan.

Dalam perkembangan zaman, beberapa budaya di Desa Kersik Tuo perlahan-lahan mulai diabaikan oleh generasi penerus saat ini. Beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah kurangnya kaderisasi dalam mempertahankan nilai budaya. Generasi penerus cenderung beranggapan bahwa budaya-budaya tersebut bersifat kuno sehingga para petinggi desa sedikit lebih susah melakukan kaderisasi terhadap generasi penerus. Faktor kedua adalah terkendala bahasa. Mayoritas bahasa yang digunakan di desa tersebut adalah bahasa jawa halus yang mana bahasa tersebut kurang dimengerti oleh generasi muda. Faktor ketiga adalah perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi tidak hanya terjadi di Desa Kersik Tuo, tapi hampir seluruh pelosok di dunia akan terdampak perkembangan teknologi baik positif maupun negatif. Oleh karena itu, strategi yang dilakukan perangkat desa untuk mempertahankan kearifan lokal itu dengan cara membuat suatu kegiatan yang baru pertama kali ini direncanakan yaitu Festival Kopi Seribu Kerinci. Dimana kegiatan ini terakhir kali diadakan beberapa puluh tahun sebelumnya, dengan mengandeng anak muda di desa tersebut. Tidak hanya itu, dari kepala adat sendiri nanti nya akan ada kaderisasi dalam menjaga nilai-nilai kearifan lokal dengan cara mengajak anak-anak muda dalam kegiatan wayang kulit sekaligus mengajarinya.

IMPA Akasia

UKM Fakultas Hukum – Universitas Jember

Jl. Kalimantan No.37, Sumbersari, Jember

Jawa Timur

Email : info@impaakasia.com